You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Bukateja
Desa Bukateja

Kec. Bukateja, Kab. Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah

~Selamat datang di website resmi Pemerintah Desa Bukateja, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga~

Sejarah Desa Bukateja

Administrator 12 Oktober 2023 Dibaca 608 Kali

SEJARAH DESA BUKATEJA

                        Sekitar abad 15 masehi, tanah Jawa banyak dikunjungi orang-orang dari Timur Tengah yang mempunyai dua tujuan. Pertama adalah urusan perdagangan dan yang kedua adalah menyebarkan agama Islam. Pada waktu itu penduduk tanah Jawa menganut agama Hindu dan Budha. Pada masa itu di kawasan Jawa Dwipa terdapat kerajaan besar yang wilayah kekuasaannya sangat luas yaitu Kerajaan Majapahit dengan raja yang berkuasa pada saat itu Prabu Brawijaya V. Dan pada masa itulah terjadi perebutan kekuasaan yang menyebabkan perang saudara yang dinamakan Peang PAREGREG.

                        Diceritakan bahwa Prabu Brawijaya mempunyai istri selir dari Chempa, yang merupakan hadiah dari Kaesar Cina. Dari istri selir tersebut Beliau mempunyai 2 (dua) orang putra, Raden Lembu Peteng dan Radeng Lembu Kanigara. Raden Lembu Kanigara sejak kecil sudah dipasrahkan kepada Ulama yaitu Syeh Maulana Malik Ibrohim, di tempat itu Raden Lembu Kanigara belajar berbagai macam ilmu, dari Ilmu Agama, Ilmu Kanuragan (bela diri & kesaktian), Ilmu Kesusasteraan, sampai dengan Ilmu Tata Pemerintahan menurut ajaran agama Islam.

                        Oleh karena di Majapahit sedang ada perang, untuk mengamankan agama dan juga Putra Raja, Raden Lembu Kanigara dibawa oleh gurunya, Syeh Maulana Malik Ibrahim untuk disembunyikan. Kedua orang tersebut berjalan menyusuri pantai utara, dari Majapahit sampai pertengahan gunung Kendeng dan hidup di tempat itu (dusun Glagah Wangi). Di dusun tersebut bertemu dengan para ulama di Jawa, dari Timur Tengah juga dari Jawa. Di tempat itu pula mereka berkumpul juga bermusyawarah.

Segenap peserta musyawarah bersepakat untuk membentuk pemerintahan, dan musyawarah dipimpin ulama dari Timur Tengah yang bernama Sunan Ampel (salah satu dari wali songo). Setelah mengadakan musyawarah yang memakan waktu cukup lama, diperoleh kesepakatan bahwa pemerintahan Islam disyahkan dengan pusat pemerintahan di kota Demak, serta sebagai rajanya adalah Raden Lembu Kanigara yang berganti nama Raden Patah.

                        Waktu terjadi perang Paregreg, Raden Lembu Peteng kakak dari Raden Lembu Kanigara (yang menjadi raja islam pertama di Demak) dibawa oleh Nyai Lanjar yang menjadi pengasuhnya sampai dengan kondisi Majapahit aman. Pada waktu itu agama yang dianut oleh Raden Lembu Peteng adalah Hindu, agama yang dianut oleh Nenek Moyangnya. Sudah sepuluh tahun Raden Lembu Peteng dengan Raden lembu Kanigara tidak bersama. Apalagi Raden Lembu Peteng yang seharusnya menjaga dan memberi perlindungan sampai dengan meninggalnya. Itu yang menjadi pikiran Nyi Lanjar, dan kemudian diutarakan kepada Raden Lembu Peteng.

                        Selanjutnya semua bersepakat untuk mencari Raden Lembu Kanigara dimanapun berada. Raden Lembu Peteng dan Nyi Lanjar menyusuri Pantai Utara, menuju arah tenggelamnya matahari. Sekian lama Raden Lembu Peteng dan Nyi Lanjar belum menemukan yang dicari, akhirnya sampailah mereka di sebuah hutan belantara yang disitu terdapat sebuah sendang (sumber air). Kedua orang tersebut berhenti untuk istirahat dan mandi. Setelah mandi Raden Lembu Peteng memberi tanda pada Sendang tersebut, berupa sabda yang tertulis berisi “ kelak suatu saat ada orang yang sampai di  daerah ini maka buatlah perkampungan dan berilah nama PASIRAMAN ”.

                        Raden Lembu Peteng dan Nyi Lanjar melanjutkan perjalanan, hingga bertemu dengan para pedagang. Dari para pedagang tersebut mereka tahu bahwa ada kerajaan baru bernama Demak yang rajanya adalah orang dari Majapahit. Raden Lembu Peteng dan Nyi Lanjar kemudian pergi menuju kota raja untuk melihat dari dekat dan membuktikannya. Sampai di kota raja keduanya mencari informasi dari prajurit kerajaan perihal raja baru. Dan dari prajurit itulah mereka mendapat keterangan bahwa raja Demak tersebut adalah orang Majapahit yang bernama asal Raden Lembu Kanigara. Kemudian kedua orang itu minta diantar prajuit untuk menghadap Raja.

                        Kedua orang tersebut kemudian menghadap Raja, dan Raden Lembu Peteng dengan Raden Lembu Kanigara (dua bersaudara) tersebut saling melepas kerinduan, sampai dengan malam harinya saling bertukar pengalaman dan pengetahuan serta keadaan yang dialami masing-masing, sampai dengan pembicaraan perihal agama. Raden Lembu Peteng meminta agar Raden Lembu Kanigara kembali menganut agama Hindu, sementara Raden Lembu Kanigara meminta agar Raden Lembu Peteng masuk agama Islam.

                        Ajakan Raden Lembu Kanigara agar Raden Lembu Peteng memeluk agama Islam menjadi renungan bagi Raden Lembu Peteng, dan Raden Lembu Peteng dalam kamar peraduannya bersemedi untuk memohon petunjuk dewa. Petunjuk tersebut mengisyaratkan agar Raden Lembu Peteng harus mencari cahaya kebenaran hakiki yang akan menunjukkan kepada jalan kebajikan. Kemudian Raden Lembu Peteng berpamitan kepada Raden Lembu Kanigara untuk mencari cahaya tersebut bersama Nyi Lanjar. Mereka berdua berjalan ke arah barat sampai menjelang malam. Dalam kegelapan malam Raden Lembu Peteng melihat cahaya dari arah selatan, mereka berduapun kemudian menuju ke arah selatan.

                        Sampailah mereka di sebuah hutan dan cahaya tersebut tidak terlihat lagi. Merekapun berjalan sampai pegunungan Serayu (Dusun Bogem) kedua orang tersebut berhenti untuk istirahat dan makan. Setelah beristirahat Raden Lembu Peteng melihat cahaya tersebut di arah utara, merekapun kemudian melacak cahaya tersebut. Sampai di sebuah hutan Nyi Lanjar menderita sakit, sehingga mereka berhenti beristirahat sambil menunggu Nyi Lanjar sembuh dari sakitnya. Sakit Nyi Lanjar tidak kunjung sembuh malah semakin parah sampai akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di hutan tersebut. Raden Lembu Peteng memberi tanda dengan tongkatnya yang tertulis sabda Raden Lembu Peteng “CAHYANA” (cahya = cahaya, na = abadi)

                        Raden Lembu Peteng melanjutkan perjalanan seorang diri dengan pikiran tidak menentu, sebab ditinggal Nyi Lanjar yang telah setia menemani perjalanannya dalam mencari cahaya sejati. Sampai pada sebuah hutan Raden Lembu Peteng istirahat dan bersemedi memohon petunjuk Yang Maha Kuasa. Beliaupun kemudian merasa pikirannya terbuka dan hatinya menjadi tenang, dan sebelum meninggalkan hutan tersebut Raden Lembu Peteng meninggalkan sabda yang tertulis “BUKATEJA” (Buka = awal, teja = cahaya) maksudnya awal terbukanya cahaya...sebab di daerah tersebut Raden Lembu Peteng menemukan arah dan tujuannya.

Bukateja berasal dari kata buka atau membuka dan teja yang berarti cahaya. Sejarah nama Bukateja diawali dengan datangnya seorang bangsawan dari Majapahit yaitu Raden Lembu Peteng yang masih keturunan dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dengan salah satu selirnya yang berasal dari Negeri Champa. Beliau dating ke daerah tersebut untuk bersemedi dan di tempat itulah dia mendapatkan ketenangan hati dan pikiran. Dan sebelum meninggalkan daerah itu, ia berkata jika tempat tersebut dinamakan Bukateja yang bermakna awal terbukanya cahaya. Selanjutnya di melanjutkan perjalanan ke utara dan berguru dengan Sunan Gunungjati dan berganti nama menjadi Syeh Jambu Karang setelah memeluk Islam dan menetap di daerah Pegunungan Lawet. Berikut daftar nama-nama kepala Desa Bukateja sejak tahun 1925 adalah:

NO.

NAMA KEPALA DESA

TAHUN

1.

SANGADI

1925 – 1933

2.

DARMO SUWITO SARDIMAN

1933 – 1985

3.

ABOE CHOLID

1986 – 1999

4.

SADIMAN

2000 – 2008

5.

H. NASIR

2008 – 2014

6.

IBNU SALIM, S.Ag SH.

2014 – 2016

7.

SADIMAN

2016 – 2022

8.

SUGIHARTO

2022 – 2028

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image